5 Memo untuk Orang Tua dari Mantan Anak

“Berikan kenangan manis pada anak-anakmu, agar kelak mereka mengenangkan ingatan manis itu, lalu tersenyum senyum merindukan masa lalu.”

Faktaanak.com -  Aku adalah anak desa, sebut saja Deka. Nama yang aku samarkan entah apa alasannya, lebih baik begitu. Hidup kecil di desa yang cukup terpencil. Aku lahir saat keluargaku belum punya listrik. Kau tahu dian? Lampu teplok dengan corong kaca itu, menjadi lentera di masa bayiku. Kata ibu, sehabis bangun tidur, hidung pada hitam karena cromot kena asap dian. Sering aku tertawa jika membayangkan masa itu, sayang, aku tidak ingat sama sekali. 

Aku kadang malah berpikir, bahkan sejak aku kecil, kenapa ingatan semasa bayi tidak ada sama sekali? Pasti akan menyenangkan bukan?

Mengenang Masa Kecil

Sekarang-sekarang ini, aku sering mengkhayal dengan tulisan fiksi ilmiah mengenai mesin waktu. Gila imajinasi karena kartun Doraemon. Dulu, sewaktu kecil, aku memang sangat suka dengan kartun satu itu. Aku ingat dulu ditayangkan tiap minggu di sebuah stasiun tv. Aku ingat lagi, dulu aku tidak punya televisi di rumah. Kau tahu? Aku menonton televisi ke rumah budeku, cukup jauh dari rumah. Tiap minggu. Hanya untuk nonton kartun! Tapi aku rindu masa itu.

Menonton kartun itu, sudah cukup besar usiaku, karena sudah Sekolah Dasar. Kalau mundur lagi, aku akan ingat saat guru TK mendatangi rumahku bersama tetanggaku dan anaknya. Aku ingat aku menangis, berlari ke belakang rumah. Saat itu, tetanggaku itu mau sekolah, tapi tidak mau kalau tidak ada temannya. Jadi, ia mengajakku. Bahkan sampai mengundang guru TK itu. Aku ditawari beasiswa. Saat itu aku memang menangis, tapi alhasil pada akhirnya, aku ikut bersekolah bersamanya. Itulah mengapa, sampai sekarang, aku selalu lebih muda di kelas, karena satu tahun lebih cepat. Aku sering tertawa sendiri kalau mengingat yang satu ini. Apalagi jika ada yang bertanya, “Kamu anak aksel (akselerasi) ya?


“Jadilah orang tua yang hebat di depan anak-anakmu, agar mereka membanggakanmu sebagai seseorang yang spesial. Perlakukan mereka dengan baik. Niscaya kelak mereka akan selalu baik pada kita, orang tua mereka, maupun orang lain.”

Belajar Menjadi Orang Tua Hebat

Ada lagi. Ini adalah cerita sorang anak desa, macam aku. Kadang ibuku ngobor walang di malam hari. Kau tahu ngobor? Ngobor walang, bahasa kerennya berburu belalang. Kalau sedang musimnya, ibu akan pergi ngobor bersama bude dan bulik bulikku. Para perempuan hebat dari keluarga ibuku. Karena rumahku cukup jauh dari rumah nenek (dari ibuku), jadi kadang kita sekeluarga berangkat ke rumah nenek sewaktu masih sore. Kemudian pulang sudah malam. Biasanya aku sudah tidur. Aku kadang ingat sedang digendong bapak, di tengah jalan. Ya, kami berjalan. Tidak ada motor. Tidak punya. Namun sering aku berpura-pura tetap tidur di pundak bapak. Nyaman sekali semasa itu. Kalaulah aku belum sebesar ini, aku ingin bermanja dan digendong bapak semacam itu lagi.

Aku belum paham tentang kenapa aku malah curhat untuk lomba menulis fakta anak ini. Aku bingung harus menulis dengan gaya semacam apa, jadi, beginilah jadinya. 


“Perhatikan permainan anak-anakmu. Jangan membebaskannya terlalu jauh. Tetap awasi namun jangan mengekang. Karena masa kanak-kanak memang masanya bermain. Ingatkan mereka untuk bersosialisasi.”

Masa Kanak-Kanak Adalah Masa Bermain

Kemudian, masa masa kecil yang sangat aku rindukan adalah permainan yang dimainkan bersama dengan banyak-banyak orang di lapangan. Permainan apapun itu, menjadi sangat menyenangkan, dibalut dengan keringat. Atau sesekali basah karena kuyup hujan. Sungguh menyenangkan. Aku ingin mengulangi lagi masa-masa itu. Apalagi saat melihat lapangan sekarang, tidak seperti dulu. Anak anak sekarang lebih senang main hapenya. Jarang aku melihat mereka berkumpul bersama, memainkan permainan lama: jonjang umpet, jonjang picek, lima sekawan, sekongan, gatrik, egrang, dir-diran, bentengan, dan lain sebagainya. Tidak. Malah hampir tidak pernah. Aku jadi semakin rindu pada masa kecilku.

Masih banyak yang ingin aku katakan. Tapi aku bertanya tanya, apakah kau tidak bosan membaca tulisan amatirku ini? 

Baiklah, satu lagi saja. Aku takut kau sudah muak membaca tulisanku, yang hanya seorang anak desa dengan kehidupannya yang tanpa kemewahan harta. Mau bagaimana? Aku memang tidak punya. Tapi aku bahagia, dengan berbagai kenangan dan kemegahan spiritual yang aku dapatkan. Aku bangga jadi anak desa! Tidak ada yang memalukan jadi anak desa!

Yang terakhir ini adalah tentang cara orang tua mendidik kita.


“Didik anakmu dengan perhatian dan kasih sayang. Buang kata-kata negatif apalagi tindak kekerasan secara fisik. Itu justru mendekatkan dunia anak pada ketidakbaikan.”

Mendidik dengan Perhatian dan Kasih Sayang

Aku bukan lagi anak-anak, setidaknya aku mencoba menerima kalimat itu. Namun jangan lupa, aku pernah anak-anak dan aku masih ingat apa yang aku mau menjadi anak-anak. Begini, anak-anak itu semacam adonan roti. Masih gampang dibentuk, mau jadi apa atau bagaimana. Begitulah.

Maka, jangan terlalu keras pada anak. Jangan ucapkan kalimat negatif, karena kami, anak-anak, tidak suka. Itu sangat menyakiti hati kami. Sungguh. Kami merasa begitu rendah saat orang tua bilang, “Anak goblog!” atau “Bocah nakal!”

Kau tahu? Tanpa kau tahu, kata-kata negatif semacam itu justru membikin kepribadian kami. Kadang begini, aku telah dicap nakal, dan rasanya itu akan menjadi biasa jika aku berlaku nakal dan sebagainya dan sebagainya. Hati anak juga masih lunak. Tanpa kalimat atau perbuatan kasar, kami masih gampang diperbaiki. 

Aku kadang menyayangkan kepada orang tua yang mau bertindak fisik pada anak-anak mereka. Cobalah kau tengok, seberapa banyak anak-anak yang dididik demikian kemudian ia menjadi berandalan, lebih ke arah sebagai pelaku pembullian. Cobalah ingat lagi, bagaimana kau mendidik anak-anakmu. Kemudian lihat latar belakang kami, anak-anak yang kau perlakukan dengan kasar dan kalimat, “Anak nakal! Bangsat!” dan sebagainya. 


“Bukan menggurui, tapi jadilah sahabat untuk anakmu. Cobalah mengerti apa yang kami, anak-anak mau. Dan giringlah kami dengan cara yang baik.”

Menjadi Sahabat untuk Anak

Aku rasa aku terlalu banyak. Aku tidak hendak menggurui. Itu anakmu. Namun ingat! Anak-anakmulah yang kelak menjadi penerus kehidupan bangsa ini. Menggantikan masa kejayaanmu. Jangan kau pikir kami anak-anak tidak akan pernah dewasa. Jangan sekali-kali! Dan ingat! Kami dewasa dengan melewati masa kecil kami. Apakah buruk, baik, atau kehidupan abu-abu. Meski pada akhirnya pilihan ada di tangan kami, setidaknya kami punya bekal yang baik.

Sekian. Semua yang aku tulis bukanlah rekayasa semata. Aku akan senang jika kau mau menanggapi tulisanku. Tulisanku ini aku dedikasikan atas nama seorang anak dan dunianya.

Demikianlah tulisan 5 Memo untuk Orang Tua dari Mantan Anak yang saya buat, mohon maaf jika ada kesalahan dan terdapat kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi para pembaca. Penulis dalam artikel ini adalah Y.D Krisdiantoro. Trimakasih.

Belum ada Komentar untuk "5 Memo untuk Orang Tua dari Mantan Anak"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel