Aku, Si Anak Perempuan yang Hampir Dianggap Idiot


Faktaanak.com - Hai, 20 tahun yang lalu aku lahir ke dunia. Aku lahir dengan normal dari rahim seorang ibu yang luar biasa sabar. Sejak lahir, aku sering sakit-sakitan. Ibuku banyak meghabiskan uang untuk membeli obatku, untuk membayar biaya rumah sakit. Ibuku juga banyak kehilangan waktu untuk menungguku. Begitu juga dengan bapak.

Dianggap sebagai Anak Idiot

Dalam masa anak-anak, bermain dengan benda baru di sekitar merupakan hal yang wajar. Saat sedang bertamu ke rumah tetangga, aku suka memainkan bunga pohon jati yang rontok di jalanan perumahan dan mengibaratkanya sebagai kompor dan perabotan lainnya. Saat itu bicaraku masih kurang jelas, sehingga ibuku harus men-translate-kan apa yang aku ucapkan kepada tetanggaku yang notabene bekerja sebagai guru TK. Tetanggaku cukup terkejut dengan apa yang kuucapkan dan kulakukan. Dia memberitahu ibuku kalau aku tidak bisa disekolahkan di sekolah biasa karena aku bisa dianggap sebagai anak yang idiot. Tapi aku bersyukur hal itu tidak terjadi karena orangtuaku berhasil mendidikku degan baik.

Ibu yang Sabar dan Kuat

Dalam masa itu juga, dimana teman-temanku sudah pandai membaca. Aku belum. Bahkan setiap kali ibuku mengajariku membaca, aku tak pernah mau memperhatikannya. Aku selalu membuang muka. Ibuku mulai berfikir apa yang diucapkan tetanggaku mungkin bisa benar. Tapi ibuku tidak selemah itu. Ia tetap menunjuk sembari mengeja setiap huruf yang ditempel di dinding kamarku. Setiap malam sebelum tidur ia selalu melakukan itu. Sampai suatu hari aku mulai tertarik untuk belajar. Tapi bukan mendengar dan melihat apa yang ditunjuk ibuku. Aku membalikan posisi yang biasanya terjadi yaitu seorang ibu yang menunjuk dan anak yang menjawab dengan aku yang menunjuk huruf dan ibuku yang harus menjawabnya.

Kesulitan dalam Belajar

Setelah lancar dengan hal tersebut, aku mulai memasuki fase belajar warna. Ibuku masih melakukan hal yang sama. Menunjuk setiap warna dan menyebutkannya. Kali ini aku mau untuk menebak warna yang ditunjuk. Hanya saja, aku tidak mau menyebutkan warna yang ditunjuk jika warna itu sudah dua kali ditunjuk.

2 tahun aku menempuh Taman Kanak-Kanak, dan setiap hari Senin, Buku Penghubung Orang Tua ku selalu terisi dengan hal yang sama, yaitu tidak berani bercerita di depan kelas. Ya, di TK ku setiap Senin, kita harus maju satu per satu dan menceritakan apa yang kita lakukan pada hari Minggu. Setiap kali aku maju, aku tidak pernah mau bercerita. Aku harus ditanya oleh guruku satu per satu, seperti “Kemarin kemana?”, “Sama siapa aja?”, “Ngapain aja?”, dan lain sebagainya. 

Orang Tua yang Berpisah

Saat menempuh Sekolah Dasar, aku satu kali pindah sekolah dari SD negeri ke SD swasta. 6 tahun aku menempuh Sekolah Dasar, tidak ada sesuatu yang terjadi terkait dengan keistimewaanku. Begitu juga dengan masa SMP dan SMA-ku.

Masa SMP mungkin bukan masa anak-anak lagi. Dan aku bukan seorang anak yang mengingat tentang kejadian masa kecilnya. Tapi aku pernah merasa kehilangan semuanya, merasa kehilangan masa kecilku, karena orangtuaku memilih untuk berpisah. Hidupku rasanya seperti berakhir. Hal yang sangat tidak terduga bisa terjadi dalam hidupku. Setiap malam aku hanya bisa menangis, berharap orangtua-ku bisa kembali bersatu.

Kehilangan Masa Kecil Menjadi Motivasi

So, tell me how hard your life is? Menjadi seorang anak yang dianggap istimewa dan menjadi anak yang broken home bukanlah sebuah pilihan dan bukan sesuatu yang menyenangkan. Aku tidak pernah bangga dengan prestasiku selama TK-SMA. Keistimewaanku menyadarkanku dan membuatku termotivasi untuk berprestasi di masa Kuliahku. Selain itu, aku mulai melupakan masalah perpisahan orangtua-ku. Aku mulai bisa menerima keadaan, dan aku mulai bisa berteman dengan banyak orang. Aku mungkin sekarang bukan anak-anak lagi, tapi aku sekarang tidak merasa kehilangan masa kecilku, dan semuanya akan kujadikan kenangan yang bisa dijadikan pelajaran untuk hidupku kedepannya dan kuceritakan pada anak cucuku nanti.

For you, anak-anak yang merasa ngalamin broken home, percayalah itu bukan akhir dari segalanya. Berusaha menjadi anak yang berprestasi jauh lebih menyenangkan daripada melarikan diri ke drugs dan sejenisnya. Tetaplah berkarya dan menjadi anak baik cause you’re the chosen one!

Demikianlah tulisan Aku, Si Anak Perempuan yang Hampir Dianggap Idiot yang saya buat, mohon maaf jika ada kesalahan dan terdapat kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi para pembaca. Penulis dalam artikel ini adalah Anjanetta Nadya Pasha. Trimakasih.

Belum ada Komentar untuk "Aku, Si Anak Perempuan yang Hampir Dianggap Idiot"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel