Cerita Masa Lalu Anak-Anak


Pembaca pada tulisan ini merupakan salah satu karya yang menceritakan tentang cerita masa anak-anak. Yang ditulis oleh Nadia Nafisah Fauziah. Dengan judul dalam tulisannya tersebut adalah televisi dan mobil bekas.

Masa Lalu Anak-Anak


Berikut adalah ceritanya;

Pernahkah sewaktu kecil kamu bermain masak-masakan? Mobil-mobilan? Atau bercakap-cakap dengan bonekamu seolah boneka itu hidup? Kupikir semua anak-anak pernah mengalaminya karena memang seharusnya begitu. Masa kanak-kanak itu penuh dengan imajinasi.

Begitu pula denganku. Imajinasi yang banyak berputar di kepala membuatku selalu mencari media yang bisa digunakan untuk meluapkannya. Bayangkan, aku pernah berbaring, menggeliat, hingga guling-guling di kasur sambil membayangkan kalau aku sedang menyelam di lautan yang dalam.

Pernah juga aku menggendong ransel, menaiki sepeda dan mengelilingi halaman rumah sambil membayangkan kalau aku adalah Dora yang sedang berpetualang menggunakan sepeda.

Namun, ada satu kisah seputar berimajinasi yang paling berkesan dan jika aku mengingatnya, senyum merekah meski malu-malu.

Usia lima tahun, aku sudah mulai suka bernyanyi lagu anak-anak yang guru TK ajarkan. Aku selalu bernyanyi dengan suara yang keras, riang gembira, dan menghayati lirik lagunya sebagaimana yang dilakukan para penyanyi di atas panggung.

Aku selalu membayangkan banyak orang yang menontonku, meski pada kenyataannya di hadapanku hanyalah barisan semut yang berbondong-bondong ingin menggeromboli gula.

Saat itu, aku masih tinggal di rumah Nenek. Biasanya aku bermain bersama Bi Dewi, Teh Iis, dan Teh Intan. Meski tidak terlalu sering, karena mereka sudah duduk di bangku SMA waktu itu. Jadwal sekolahnya padat. Belum lagi mereka harus belajar dan mengerjakan PR.

Di hari Minggu, aku bernyanyi dan tiga orang itu melihatnya. Awalnya aku dibiarkan saja. Namun tiba-tiba mereka menghampiri dan menggiringku ke halaman rumah. Di sana ada sebuah taraje (dalam Bahasa Sunda yang berarti tangga dari bambu) yang tersandar di tembok secara horizontal. Lalu Teh Iis membawa kulit ban bekas yang kemudian diletakkan di atas taraje itu.

“Coba kamu masuk ke situ,” perintah Bi Dewi.

Aku yang masih terheran-heran mengikuti perintahnya dengan masuk ke celah di antara taraje dan tembok. Lalu posisi kepala sampai dadaku membelakangi kulit ban bekas tersebut.

“Yeeee, Uji masuk TV!” seru Teh Intan.
“Uji ayo nyanyi, kita jadi penontonnya,” pinta Teh Iis.

Akhirnya aku tahu maksudnya dan menuruti permintaan mereka. Aku bernyanyi dengan penuh penghayatan dan cenderung banyak gaya, seolah-olah aku sungguhan masuk TV. Mereka bertiga pun bersorak gembira seolah sedang mendukung penyanyi favorit di ajang kompetisi. Jadilah halaman rumah di Minggu pagi itu begitu ramai.

Dan aku, mau-maunya ‘dibodohi’ seperti itu. Hahaha. 😆😆

Belum ada Komentar untuk "Cerita Masa Lalu Anak-Anak"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel