Sua Anak SMA : Kami Bukan Robotika
Februari 26, 2018
Tambah Komentar
Faktaanak.com - Semua orang dewasa pernah menjadi anak tapi tak semua anak akan mencicipi masa dewasa. Tidak ada ukuran pasti mengenai umur seseorang bisa dikatakan sebagai anak. Ada yang mengatakan anak adalah mereka yang belum berusia 18 tahun. Menurut WHO, batasan usia anak adalah sejak berada dalam kandungan sampai berumur 19 tahun. Dilihat dari sisi administrasi negara anak adalah mereka yang berusia di bawah 17 tahun. Sedangkan menurut konvensi tentang hak-hak anak yang disetujui majelis umum PBB tahun 1989, seorang anak berarti setiap manusia di bawah umur 18 tahun kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak.
Anak Menjadi Investasi Bangsa
Terlepas dari perbedaan tentang definisi anak dari berbagai sudut pandang, anak menjadi investasi sebuah bangsa untuk masa yang akan datang. Anak ialah orang yang belum berusia 18 tahun (UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak). Setiap anak punya ciri masing-masing. Anak butuh didikan sesuai kepribadian pun sesuai dengan zamannya. Anak-anak yang lahir sekitar tahun 2000-an bisa dikatakan unik apabila dibandingkan dengan beberapa generasi sebelumnya. Generasi ini bukan lagi minum kopi di pagi hari, duduk di belakang kursi kantor, tunduk pada aturan yang mengekang, dan ramah tamah dengan orang sekitar. Tumbuh di era kemajuan teknologi sedikit banyak mengatur pola hidup mereka yang bukan lagi sebuah robot yang dengan mudah bisa dimainkan, dijalankan, dan diperintah oleh pemiliknya. Robot ini lebih pandai dan tidak akan dengan mudahnya menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip mereka. Bersikap kritis akan segala hal, menjadi salah satu alasan generasi ini disebut-sebut sebagai generasi pembangkang.
Generasi Unik, Penuh Teka-teki
Menjadi bagian dari generasi ini membuat saya sedikit banyak mengerti tentang kebiasaan mereka. Terutama siswa-siswi sekolah menengah yang masih labil dengan kepustusannya serta masih dalam tahap mencari jati diri. Sebagian dari mereka sudah memiliki target yang tinggi namun tidak diimbangi dengan usaha dalam mewujudkan target-target tersebut. Beberapa dari mereka acuh terhadap lingkungannya, namun di sisi lain satu dua di antara mereka sangat peduli terhadap kondisi sekitar. Mereka suka akan kebebasan yang membuat diri mereka bisa berkembang sesuai minat dan bakat yang mereka miliki. Generasi ini unik. Penuh dengan teka-teki.
Masa SMA sebagai Masa Terindah
Kehidupan siswa-siswi sekolah menengah, khusunya Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi suatu perhatian tersendiri. Masa SMA disebut sebagai masa terindah selama bersekolah. SMA seolah dianak emaskan di antara deretan jenjang pendidikan. Dengan dalih mempersiapkan generasi penerus bangsa yang andal, kompeten, serta berbudi luhur, pemerintah menyusun rencana sedemikian rupa demi menyipakan putra-putri penerus bangsa menjadi insan-insan yang siap menahkodai Indonesia di masa mendatang. Kurikulum 2013 diharapkan bisa membantu para pendidik dalam mengarahkan siswa-siswi menjadi produk-produk berkualitas yang siap memajukan Indonesia.
Budi Pekerti sebagai Salah Satu Komponen Penentu
Kurikulum yang digadang-gadang menggunakan sistem saintifik mampu menciptakan cendekia-cendekia yang benar-benar menguasai ilmu dan penerapannya, bukan sekadar ilmu sebagai formalitas seorang siswa. Kurikulum ini juga mendukung siswa sebagai generasi z yang suka akan kebebasan. Di sini siswa akan berkembang sesuai minat dan bakatnya dengan budi pekerti dijadikan sebagai salah satu komponen penentu.
Sebagai seorang siswa saya merasakan betul dampak dari kurikulum ini terlebih saya menggunakan kurikulum ini baru sekitar satu semester. Benar adanya apabila kurikulum ini memudahkan siswa dalam menerima maupun mendapat informasi. Karena dengan berbagai metode pendekatan yang digunakan dalam kurikulum ini menuntut siswa untuk lebih aktif dalam menggali informasi sehingga mereka tahu betul dasar pengetahuan tersebut. Salah satu metode yang sering diberikan adalah dengan berkelompok.
Mendidik Siswa Bekerja Sama
Tugas-tugas yang diberikan secara berkelompok akan melatih siswa untuk bekerja sama dan menghargai orang lain. Dengan berkelompok siswa-siswi bisa bertukar pikiran dalam menaggapi suatu informasi. Tapi kenyataan bahwa dengan berkelompok akan membutuhkan waktu pembelajaran yang lebih lama dan juga kebijakan lima hari kerja tak jarang membuat siswa gelisah. Bila mana beberapa mata pelajaran memberikan tugas berkelompok dengan anggota kelompok yang berbeda di tiap pelajaran sedangkan semuanya memiliki tenggat waktu yang sama. Hal ini mengharuskan siswa untuk menggantikan waktu bersosialisasi mereka dengan mengerjakan tugas sekolah. Hari sabtu dan minggu yang sebetulnya bisa mereka gunakan untuk bersosialisasi dengan ligkungan sekitar atau minimal berkumpul dengan keluarga jusrtu mereka habiskan untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Tidak heran jika siswa-siswi sekolah menengah tidak lagi mengenal teman masa kecilnya. Masing-masing sibuk dengan sekolahnya yang berbeda-beda.
Generasi Unik, Bukan Robot
Mereka bukan robot yang terus menerus dipaksa bekerja. Mereka generasi yang unik. Biarkan mereka tumbuh menjadi diri mereka sendiri. Izinkan mereka untuk mengabiskan sisa ‘masa anak’ bersama teman-teman mereka dengan suka ria. Mereka butuh sosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bukan sekadar belajar ilmu-ilmu eksak, tuntut mereka untuk lebih bisa memahami kondisi sekitar. Bukankah seharusnya pendidikan itu ditujukan untuk mempersiapkan penerus-penerus bangsa? Yang bisa memahami apa yang menjadi masalah bangsanya melalui lingkungan sekitar dan melaksanakan solusinya. Kenyataannya, penerus-penerus itu dituntut layaknya robot yang harus pandai dalam segala hal dan bisa mengerjakan banyak kegiatan. Lantas apabila hanya pandai namun tidak peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, bukan tidak mungkin masa mendatang justru akan menjadi ancaman. Putra-putri bangsa tidak lagi mengenal diri mereka, tak tahu tanah kelahiran mereka, tak akrab dengan masalah-masalah di sekitar mereka.
Badudu (1989) menyatakan bahwa bahasa adalah alat penghubung atau komunikasi antara anggota masyarakat yang terdiri atas individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan, dan keinginannya. Bahasa paling sederhana adalah tulisan yang dapat berbicara pada semua pembaca tentang pesan yang disampaikan penulisnya. Walau hanya lewat deretan kata, anak SMA berhak berbahasa bukan?
Demikianlah tulisan Sua Anak SMA : Kami Bukan Robotika yang saya buat, mohon maaf jika ada kesalahan dan terdapat kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi para pembaca. Penulis dalam artikel ini adalah Qonita Nurul Afifah. Trimakasih.
Belum ada Komentar untuk "Sua Anak SMA : Kami Bukan Robotika"
Posting Komentar