Ngopi Jilid 2: PMII Rayon FISIP Unila Bahas Tantangan Izin Konsesi Tambang untuk Ormas Keagamaan
Diskusi yang digelar oleh Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII) Rayon Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Lampung (Unila) pada Rabu (28/08) menarik perhatian para peserta
dan pengamat, terutama terkait dengan tema "Urgensi Izin Konsesi Tambang
untuk Ormas Keagamaan: Di Mana Nilai-Nilai Etika terhadap Lingkungan Hidup
sebagai Prinsip Hubungan Manusia dengan Alam?" Diskusi ini diadakan di
Mimbar FISIP Unila.
Diskusi ini berfokus pada dampak dari
kebijakan terbaru yang diambil oleh Presiden Joko Widodo, yang menetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 pada 30 Mei 2024. Kebijakan ini
memungkinkan organisasi kemasyarakatan (ormas), termasuk ormas keagamaan, untuk
memperoleh izin usaha pertambangan. Hal ini memicu perdebatan, terutama setelah
dua ormas besar di Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan
Muhammadiyah, menerima konsesi tambang tersebut.
Dodi Faedluloh, seorang pengamat kebijakan
publik dan akademisi dari Unila, menyoroti tantangan etis yang dihadapi ormas
keagamaan dalam menerima izin konsesi tambang. "Ormas keagamaan memiliki
tanggung jawab moral yang tidak bisa diabaikan. Jika kita merujuk pada fatwa
PBNU tahun 2015, eksploitasi sumber daya alam yang merusak lingkungan
diharamkan. Ini menciptakan dilema etis bagi ormas yang kini terlibat dalam
aktivitas tambang," ungkap Dodi.
Dalam diskusi tersebut, Dodi juga
menggarisbawahi pentingnya mempertahankan otonomi ormas dari pengaruh negara,
swasta, maupun kapital. "Ormas seharusnya menjadi perwujudan kemandirian
komunitas. Namun, dengan terlibat dalam konsesi tambang, ada risiko besar bahwa
ormas malah terjebak dalam konflik kepentingan yang bisa merusak prinsip
keadilan sosial yang mereka perjuangkan," tambahnya.
Sementara itu, Febrilia Ekawati, Direktur
Eksekutif Yayasan Konservasi Way Seputih, menambahkan perspektif ekologis yang
menegaskan bahwa aktivitas tambang hampir tidak mungkin berjalan sejalan dengan
prinsip keberlanjutan. "Tambang, baik itu batu bara, emas, atau pasir
kuarsa, selalu menimbulkan persoalan, mulai dari konflik sosial, ekologi,
hingga ekonomi. Di Lampung, pasir kuarsa melimpah, tetapi dampak negatif dari
penambangannya tak terelakkan," jelas Febrilia.
Febrilia juga mempertanyakan kesiapan ormas
keagamaan seperti PBNU dalam mengelola kegiatan ekstraktif yang kompleks dan
membutuhkan modal besar. "PBNU tidak memiliki pengalaman di bidang ini.
Persiapan instrumen dan modal yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas
tambang sangat besar, dan tanpa pengalaman yang memadai, ini bisa menjadi
bumerang," pungkasnya.
Dalam diskusi tersebut, PMII Rayon Fisip menyatakan sikap sebagai beriku :
1. Mendesak pemerintah untuk segera menghentikan izin pengelolaan tambang yang ada di seluruh wilayah Indonesia.
2. Mendesak semua organisasi kemasyarakatan untuk menolak pemberian izin pengelolaan tambang oleh pemerintah, karena berdampak pada perusakan ekologi alam.
Penulis : Annisa Shabrina Hanun
Belum ada Komentar untuk "Ngopi Jilid 2: PMII Rayon FISIP Unila Bahas Tantangan Izin Konsesi Tambang untuk Ormas Keagamaan"
Posting Komentar